Kisah sedih perlakuan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia dan Singapura sering terdengar, terutama mereka yang bekerja di sektor informal seperti pembantu rumah tangga dan pekerja perkebunan. Namun soal kisah sukses, ada baiknya melihat keberhasilan Muhammad Sukadi atau akrab dipanggil Cak Mat. Dengan bekal ilmu membuat bakso ditambah sedikit pengetahuan di bidang IT, warga Desa Cangaan Kecamatan Ujung Pangkah kini sukses meraup ringgit di negeri Malaysia.
BERJUALAN bakso di Malaysia sebenarnya bukan barang baru. Sebab, sebagian besar penjual daging bulat yang menjadi makanan khas Indonesia ini adalah TKI. Yang membedakan bakso Cak Mat dibanding bakso lainnya di negerinya Mahatir Mohammad adalah pelayanannya yang menggunakan teknologi informasi (IT).
Selain membuka depot di Klang Darul Eksan, Negara Bagian Selangor, Malaysia, Cak Mat melayani pembeli melalui pesanan layanan antar (delivery order). Tidak cukup telepon, Cak Mat ternyata melayani pemesanan melalui situs jejaring sosial facebook dan blog Bakso Jawa 1 Malaysia. Begitu pesanan masuk ke inbox facebook, Cak Mat segera membuatkan adonan bakso yang dikemas dalam wadah aluminium foil dan foam.
"Tiap porsi pesanan berisi baksi sebesar bola kasti, tahu isi daging, dan tulang sapi. Harganya perporsi sebesar 3,5 ringgit atau sekitar Rp 10 ribu (asumsi 1 ringgit Malaysia = Rp 2.800, Red) yang dibayar ketika pesanan sampai di pembeli," aku Cak Mat yang memulai berjualan bakso sejak 1998.
Pria berusia 48 tahun ini menjelaskan, saat ini sebagian besar pelanggannya adalah TKI yang bekerja di Malaysia. Dalam sehari, dia mampu menjual sebanyak 1.000 porsi. Untuk modal, perhari dia belanja kebutuhan bahan sebesar 300 ringgit atau sekitar Rp 840 ribu. Setelah jadi bakso bulat, Cak Mat mampu mendapatkan keuntungan dua kali lipatnya sebesar 600 ringgit atau Rp 1,6 juta perhari.
Saat berkunjung ke kampung halamannnya di Kecamatan Ujung Pangkah, Cak Mat menceritakan, awalnya dia bingung saat tiba di Malaysia. Selain hanya berbekal ijazah SD, dia juga tidak memiliki keahlian selain membuat bakso.
Ketika lulus SD tahun 1985 lalu, ia nekad merantau ke Malaysia untuk menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) lewat jalur ilegal. Untuk bisa berangkat, keluarganya menjual seekor sapi. Ia berangkat melalui tekong (penyedia jasa tenaga kerja tak resmi-Red) yang juga masih tetangganya.
Awalnya, di negeri Siti Nurhaliza ini, Cak Mat Sukadi, bekerja pada proyek pembangunan gedung sebagai kuli dengan upah 16 ringgit per hari. Namun, karena serius dan tekun, pemuda ini “naik kelas” menjadi tukang, bahkan hingga berani memborong bangunan. Profesi ini ia lakoni hingga 1997.
Setelah bekerja selama 12 tahun, dia pulang kampung selama dua bulan untuk merenovasi rumah di Canga’an. Untuk ukuran warga desa itu, rumah ia bangun terbilang bagus. Dan, setelah rumah yang dibangun rampung, ia kembali Malaysia dan mencari lagi beberapa relasinya. Sekembali dari kampung halaman, sekitar tahun 1998, dia membuka kedai bakso dan mencapai sukses dua tahun kemudian hingga saat ini.
“Saya yang hanya tamat SD saja bisa seperti ini. Makanya generasi muda sekarang harus punya semangat dan kemauan serta kemampuan agar tetap bisa bersaing,” kata Cak Mat mengakhiri pembicaraanya. (*)
penulis dan reporter :
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !